PDMCiamis – Indonesia adalah negeri yang kaya akan sumber daya alam, beragam budaya, serta sejarah perjuangan panjang dalam meraih kemerdekaan. Namun kekayaan tersebut belum sepenuhnya dapat dinikmati secara adil oleh seluruh rakyat. Di balik semangat gotong royong yang masih hidup dalam masyarakat, tersimpan keresahan yang kian dalam terhadap arah bangsa yang semakin kabur, terutama di kalangan generasi muda.
Kondisi perekonomian Indonesia saat ini sedang mengalami pelambatan yang signifikan. Data menunjukkan pertumbuhan ekonomi yang stagnan, kemiskinan yang meningkat, dan harga kebutuhan pokok yang melambung tinggi. Banyak rumah tangga di kelas menengah ke bawah ditekankan oleh cicilan, inflasi, dan kenyamanan kerja. Kelesuan ini bukan hanya soal angka statistik, tapi soal masa depan dan harapan yang kian menipis.
Di tengah kesulitan tersebut, pemerintah Indonesia dinilai gagal memberikan harapan karena masih dikuasai oleh praktik korupsi yang merajalela. Menurut data Indonesia Corruption Watch (ICW), sepanjang tahun 2023 saja terdapat lebih dari 580 kasus korupsi dengan nilai kerugian negara mencapai triliunan rupiah. Korupsi tidak lagi tersembunyi di balik meja gelap, tetapi menjadi bagian dari sistem yang dilegalkan melalui berbagai celah kekuasaan.
Lebih parahnya lagi, banyak koruptor yang tidak benar-benar diadili secara adil. Vonis ringan, pemotongan hukuman, fasilitas mewah di penjara, dan remisi tanpa alasan moral telah menjadi pemandangan biasa. Publik pun dibuat apatis karena hukum tak lagi berpihak pada kebenaran, melainkan pada kekuasaan dan uang. Hal ini memperparah ketidakpercayaan terhadap institusi negara.
Di tengah situasi seperti itu, masyarakat hidup dalam penyakit yang akut. Harga hidup tinggi, lapangan pekerjaan menyempit, dan akses terhadap pendidikan dan kesehatan semakin sulit. Sebagian besar rakyat bahkan sudah berada di tepi jurang kemiskinan, sementara yang lainnya berjuang hanya untuk bertahan, bukan untuk berkembang. Masa depan bangsa terasa suram bagi mereka yang tak punya koneksi atau kekayaan.
Dalam kondisi itulah, fenomena viralnya bendera One Piece bendera bajak laut dengan lambang tengkorak dan tulang menjadi simbol yang lebih dari sekedar budaya pop. Ia hadir bukan sekedar sebagai perayaan fandom, namun sebagai bentuk kritik sosial terhadap sistem yang dianggap tidak adil. Di balik candaan dan tren, ada pesan perlawanan yang tersembunyi.
Bendera One Piece telah menjadi simbol perlawanan terhadap pemerintahan yang korup dan tidak berpihak pada rakyat. Ia mengandung semangat kebebasan, keberanian melawan ketidakadilan, dan solidaritas melawan kebenaran. Generasi muda yang mengibarkan bendera ini bukan hanya penggemar anime, tetapi juga bagian dari suara rakyat yang mulai lelah dengan kemunafikan elit politik.
Di tengah peringatan hari kemerdekaan yang ke 80 Tahun, seharusnya bangsa ini tak lagi tenggelam dalam seremonial euforia semata. Karnaval, lomba, dan kemeriahan hal seremonial tidak akan cukup jika rakyat masih terjajah oleh sistem yang korup dan menindas. Kemerdekaan sejati adalah saat keadilan tegak, hak rakyat terpenuhi, dan suara kebenaran tidak dibungkam. Maka, bendera One Piece menjadi ajakan simbolik untuk mengganti euforia dengan refleksi mendalam: apakah kita benar-benar merdeka?
Dalam konteks Muhammadiyah, bendera One Piece sebagai simbol semangat perlawanan terhadap kezaliman seharusnya dikibarkan di dada setiap kader. Bukan dalam bentuk literal, tapi sebagai tekad moral dan spiritual untuk melawan segala bentuk korupsi, kolusi, dan ketidakadilan. Muhammadiyah sebagai gerakan dakwah dan tajdid harus berada di barisan terdepan dalam membela keadilan dan sistem kebusukan.
Lebih dari itu, di momen peringatan hari kemerdekaan ini mari kita kibarkan di setiap kantor Muhammadiyah dan Amal Usaha Muhammadiyah (AUM), semangat bendera One Piece, baik secara fisik sebagai bentuk solidaritas simbolik, maupun secara spiritual sebagai komitmen kolektif. Ini bukan sekedar tentang anime, tapi tentang semangat perlawanan terhadap sistem yang bobrok dan tentang keberanian untuk terus berpihak pada yang lemah dan tertindas.
*Penulis: Adi Irfan Marjuqi (Ketua Pemuda Muhammadiyah Ciamis)